Kemenkes Siapkan Strategi Ubah Status Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi

Kawula muda, demi mempercepat pengubahan strategi, masyarakat diminta tidak pilih-pilih vaksinasi booster.

Pemerintah tengah menyusun strategi untuk mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi. (CNBCindonesia)
Mon, 28 Feb 2022

Kabar diubahnya status wabah Covid-19 dari Pandemi menjadi endemi berasal dari pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pasalnya, segala bentuk persiapan, aturan, dan protokol yang nantinya akan diterapkan sudah disiapkan oleh pihak yang terkait.

Keterangan tersebut nyatanya disampaikan oleh Budi  melalui jumpa pers setelah Rapat Terbatas PPKM Minggu, 27 Februari 2022. Di mana, keputusan untuk mengubah status Pandemi menjadi Endemi ini juga berlandaskan dari arahan Presiden Jokowi yang mendapat masukan dari Para Menteri Koordinator. 

"Kami juga mendapatkan arahan dari Bapak Presiden tadi atas masukan Bapak Menko mengenai strategi dari Pandemi menjadi endemi, kami sudah siapkan protokolnya," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin dikutip dalam konferensi pers daring pada Minggu, 27 Februari 2022.

Sebelumnya, wacana soal perubahan dari pandemi menjadi endemi sempat dilontarkan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia bahkan membeberkan sejumlah skenario transisi pandemi menjadi endemi di Indonesia.

Strategi itu menurutnya sudah digodok bersama para ahli kesehatan dan epidemiologi. Selain soal strategi mengubah pandemi menjadi endemi, Budi turut memastikan jarak pemberian suntikan vaksin Covid-19 primer dengan vaksin lanjutan atau booster diperpendek menjadi minimal tiga bulan.

Awalnya, Kemenkes memberlakukan jarak antara vaksin kedua dengan booster selama 6 bulan. Namun Budi menegaskan bahwa untuk dewasa bukan hanya lansia boleh melakukan vaksinasi booster selama 3 bulan saja.

Budi meminta agar masyarakat tidak pilih-pilih vaksin booster. Baginya, semua vaksin booster memiliki keampuhan yang sama untuk melawan virus corona.

"Semua sama ampuhnya. Perbedaannya tak meaningful. Secara angka memang ada perbedaan tapi klinis sudah di atas 250," katanya.

Ilustransi melakukan vaksinasi booster. (iStockphoto/Steven Cornfield)

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo juga meminta kepada pihak terkait untuk menjalankan arahannya dengan hati-hati dan penuh perhitungan. 

"Arahan Bapak Presiden agar diterapkan dengan hati-hati dan agar pertimbangan saintifik-nya, pertimbangan kesehatannya digunakan secara berimbang dengan pertimbangan sosial budaya maupun ekonomi," tutur Budi 

Dia mengatakan di berbagai negara yang sudah mencabut berbagai pembatasan terkait COVID-19, mereka mempertimbangkan berbagai pendekatan, tidak hanya pendekatan kesehatan dan saintifik saja.

Karena itu, Presiden Jokowi meminta kajian pertimbangan berbagai pendekatan tersebut dilakukan secara seimbang sehingga pemerintah dapat menghasilkan keputusan yang baik dan tepat.

Berita Lainnya