Media Asing Soroti Warga Jakarta yang Takut Keluhkan Suara Azan

Seorang wanita di Jakarta terbangun setiap jam 3 pagi karena suara pengeras azan yang terlalu keras.

Ilustrasi masjid Istiqlal di Jakarta. (SHUTTERSTOCK)
Thu, 14 Oct 2021

Sejumlah media asing menyoroti warga Jakarta yang sebenarnya ingin menyampaikan komplain akan suara azan karena dinilai terlalu bising dan mengganggu kenyamanan namun takut akan konsekuensinya. 

AFP melaporkan salah satu warga Jakarta, Rina (bukan nama asli), terbangun setiap pukul 03.00 pagi karena suara pengeras masjid yang dekat dengan tempat tinggalnya sangat keras.

Rina mengalami gangguan kecemasan. Ia sering susah tidur dan mual saat makan. Akan tetapi, Rina takut untuk menyuarakan keluhannya. Ia takut nantinya ia akan dipenjara atau diserang warga. 

Keluhan terkait azan di Indonesia dinilai sangat sensitif dan dapat berujung pada tuduhan penistaan agama, kejahatan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. 

“Tidak ada yang berani mengeluh tentang hal itu disini,” ucap Rina, mengutip CNNIndonesia. 

Rina lalu melanjutkan, “Pengeras suara tidak hanya digunakan untuk azan, tetapi juga digunakan untuk membangunkan orang 30 sampai 40 menit sebelum waktu shalat subuh.” 

Rina telah menahan keluhannya selama enam bulan, ia merasa tidak bisa lagi menahan suara kebisingan itu. Bagi Rina, gangguan di malam hari dapat memengaruhi kesehatannya. 

"Saya mulai mengalami insomnia, dan saya didiagnosa mengalami gangguan kecemasan setelah selalu terbangun. Sekarang saya berusaha membuat diri saya selelah mungkin, sehingga saya bisa tidur di tengah kebisingan," jelasnya.

Media lokal asal Prancis juga melaporkan hal yang serupa. Dalam laporannya, keluhan tentang pengeras suara masjid yang terlalu keras semakin meningkat di media sosial.

Namun, karena anonimitas dan ketakutan akan serangan balasan menjadikan orang yang mengeluh karena hal tersebut tidak terhitung secara resmi. 

Indonesia seringkali dipuji karena tingkat toleransi beragama yang tinggi lantaran berbagai pemeluk agama dapat hidup berdampingan tanpa adanya pertengkaran. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran Islam moderat akan terancam oleh kelompok garis keras. 

Di 2018, seorang wanita beragama Buddha bernama Meiliana dipenjara usai mengeluhkan suara azan yang terlalu keras dengan kata-kata, “Sakit telingaku”.

Setelah keluhan itu muncul, ratusan pengunjuk rasa membakar hampir selusin kuil Buddha yang berada di Tanjung Balai Sumatera Utara, wilayah tempat tinggal Meiliana. 

Ibu empat anak tersebut dipenjara selama 4 bulan pada 2018. 

Mei lalu, sekelompok orang marah dan mendatangi kompleks perumahan mewah di dekat Jakarta setelah sebelumnya salah satu warga meminta pengeras suara masjid setempat dijauhkan dari rumahnya. 

Terkait hal itu, polisi dan militer terpaksa turun tangan. Pria itu kemudian meminta maaf secara terbuka melalui media sosial untuk meredakan suasana. 

Awal 2021, seorang aktris dan influencer, Zaskia Mecca, dikecam netizen setelah ia mengkritik volume masjid selama bulan suci ramadhan. 

Kasus-kasus seperti ini yang membuat Rina bersikeras tidak akan mengadu. 

"Kasus (ibu yang dipenjara) menunjukkan kepada kita bahwa melaporkannya tidak akan membawa apa-apa selain bencana," ujarnya.

"Saya tidak punya pilihan selain hidup dengan itu. Atau menjual rumah saya,” ujarnya, masih mengutip dari CNNIndonesia. 

Salah satu akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta, Ali Munhanif, mengatakan orang Indonesia sering bereaksi marah terhadap keluhan seperti itu. Mereka salah mempercayai bahwa pengumuman pengeras suara sebagai persyaratan agama daripada ekspresi budaya. 

"Inilah yang terjadi ketika kemajuan teknologi bertemu ekspresi keagamaan yang berlebihan. Jika azan dibiarkan begitu saja atau tidak diatur maka bisa mengganggu kerukunan masyarakat," imbuhnya.

Ketua Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, memperkirakan sekitar separuh masjid di Indonesia memiliki akustik yang buruk, yang justru malah memperburuk masalah kebisingan. 

Ada kecenderungan untuk mengatur volume suara yang tinggi agar azan dapat didengar oleh jamaah sebanyak mungkin dari jarak jauh karena mereka menganggapnya sebagai simbol keagungan dalam Islam," jelas koordinator program akustik IMC, Azis Muslim.

Organasisi tersebut berjuang untuk mengurangi ketegangan masyarakat dengan menyediakan layanan gratis untuk memperbaiki sistem suara serta menawarkan pelatihan. 

Terdapat sekitar 7.000 teknisi untuk mengerjakan proyek tersebut. Hingga saat ini, organisasi tersebut telah memperbaiki audio di lebih dari 70 ribu masjid. 

Meski program tersebut tidak bersifat wajib, Ketua Masjid Al-Ikhwan Jakarta, Ahmad Taufik, memanfaatkannya untuk memastikan kehamornisan sosial. 

"Suaranya sekarang lebih lembut. Dengan begitu tidak akan mengganggu orang-orang di sekitar, apalagi kami memiliki rumah sakit di belakang masjid," katanya.

  • EDITORIAL TEAM:

Berita Lainnya