Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan

Kawula Muda, pro-kontra sedang melanda Indonesia terkait UU Cipta Kerja.

Omnibus Law RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang. (FREEPIK)
Tue, 06 Oct 2020

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/10/2020), telah mengetok palu tanda disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Di luar gedung parlemen, pengesahan tersebut segera mendapat respons penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Omnibus Law UU Cipta Kerja dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Apa itu Omnibus Law?

Omnibus law adalah satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.

UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu Penyederhanaan perizinan tanah, Persyaratan investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan perlindungan UMKM, Kemudahan berusaha, Dukungan riset dan inovasi, Administrasi pemerintahan, Pengenaan sanksi, Pengendalian lahan, Kemudahan proyek pemerintah, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Pasal-pasal kontroversial

Beberapa pasal Undang-undang yang baru disahkan ini memicu protes, khususnya di Bab IV yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Berikut ini beberapa di antaranya.

Pasal 59

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.

Misalnya, libur dua hari dalam satu pekan dikurangi menjadi satu hari saja dalam satu pekan. Kemudian kewajiban perusahaan memberikan cuti dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun pun dihapuskan.

Pasal 88

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Selain ketiga pasal tersebut,  aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan juga dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Ditolak

Baru sehari disahkan, penolakan bukan hanya datang dari kalangan buruh dengan ancaman aksi demo dan mogok massal. Petisi dengan judul “Maklumat Pemuka Agama Indonesia: Tolak Omnibus Law dan Buka Ruang Partisipasi Publik” di situs change.org telah ditandatangani lebih dari 500 ribu lebih orang.

Petisi online tersebut digagas oleh Busryo Muqodas, pendeta Merry Koliman, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho, dan pendeta Penrad Sagian.

Dalam petisi tersebut, mereka menyampaikan RUU Cipta Kerja bakal mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya, dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Berita Lainnya