Suka Buang Makanan, Kerugian Ekonomi Indonesia Capai Rp 551 Triliun

Kawula Muda, diperkirakan kerugian tersebut dapat memberikan makan 125 juta orang

Ilustrasi bahan pangan (PEXELS/Oleg Magni)
Fri, 15 Oct 2021

Laporan Food Loss and Waste (FLW) Kementerian PPN/Bappenas catat orang Indonesia suka membuang-buang makanan, baik sejak proses produksi dan penyimpanan (food loss), maupun saat distribusi ritel dan konsumsi (food waste)

Sejak 2000 hingga 2019, tercatat sebanyak 115 -184 kilogram makanan terbuang per tahunnya dalam skala perorangan. 

"Dari 2000-2019 memang trennya naik, dari 115 kilogram per orang per tahun naik jadi 184 kilogram per orang per tahun. Walau enggak sampai 300 kilogram (sesuai kajian Economist Intelligence Unit), ketinggian estimasinya. Tapi ini tetap buang makanan, 184 kg/orang/tahun sekitar setengah kilo (perhari) kita buang," kata Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, dalam webinar di Jakarta, Selasa (12/10/2021) dikutip dari Kompas.com.

Hal itu pun menimbulkan kerugian ekonomi. Tercatat, kerugian dapat mencapai 4-5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp 213-Rp551 triliun per tahunnya. 

Laporan tersebut juga menunjukakn sayur-sayuran menjadi pangan yang pengelolaannya tidak efisien. Sementara itu, padi-padian menjadi pangan yang menimbulkan kerugian ekonomi paling besar. 

"Ini secara ekonomi akan sangat merugikan sekali. Kalau dihitung-hitung dari sisi ekonomi sampai 4-5 persen PDB kita. Itu setara dengan yang terbuang, itu bisa feeding orang yang butuh makanan sampai 125 juta orang," tambah Medrilzam.

Selain itu, emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global juga menjadi masalah. Ketidakefektifan pengelolaan pangan tersebut mengeluarkan emisi sebesar 1.702,9 mega ton atau setara luas Pulau Jawa dan NTB jika ditanami pohon. 

Hasil kajian juga menunjukan adanya peningkatan pembuangan makanan dengan rata-rata 3,19 persen per tahunnya. Beberapa penyebabnya yakni kurangnya implementasi good handling practice, kurangnya kualitas ruang penyimpanan, serta berlebihannya porsi makanan konsumen. 

"Bagaimana pun ini sumber inefisiensi dan sumber emisi dan jelas sangat merugikan. Kalau bisa feeding (memberi makan orang yang membutuhkan) yang tadi, bisa kurangi kemiskinan. Artinya produktivitas harus kita dorong dan efisien," tutur Medrilzam. 

Berita Lainnya