Cegah Intoleransi, Pemerintah Terbitkan SKB 3 Menteri Terkait Seragam Sekolah dan Atribut Agama

Hai Kawula Muda, beda itu indah lho. Jadi, jangan suka maksa-maksa ya.

Ilustrasi buka dan bola dunia untuk belajar di sekolah. (FREEPIK)
Thu, 04 Feb 2021

Ramainya pemberitaan tentang kasus siswi nonmuslim yang diwajibkan mengenakan jilbab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu, berbuntut dengan keluarnya aturan baru dari pemerintah.

Rabu (3/2/2021), pemerintah resmi melarang Pemerintah Daerah (Pemda) dan sekolah negeri mewajibkan atau melarang muridnya mengenakan seragam beratribut agama. Hal itu demi mencegah dan menghilangkan intoleransi di negeri yang memiliki beragam ras, suku, dan agama ini.

Aturan tersebut tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah dan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

SKB tersebut ditandadatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

6 keputusan utama

Dalam jumpa pers virtual, Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan enam keputusan utama dari aturan tersebut.

1. Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda)

2. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:

  1. seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau
  2. seragam dan atribut dengan kekhususan agama

“Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” kata Nadiem.

3. Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama

4. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

Implikasinya, kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun oleh pemda yang bertentangan dengan aturan ini dalam waktu 30 hari, maka aturan tersebut harus dicabut.

5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang melanggar, yaitu:

  1. pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga Pendidikan
  2. gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota
  3. kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur
  4. kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.

“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar,” ujar Nadiem.

6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.

Dikutip dari laman Kemendikbud, keputusan ini merupakan wujud konkret komitmen pemerintah dalam menegakkan Bhineka Tunggal Ika, membangun toleransi di masyarakat, dan menindak tega praktik-praktik pada sektor pendidikan yang melanggar semangat kebangsaan tersebut.

Pertimbangan penyusunan SKB 3 Menteri

Mendikbud Nadiem menguraikan tiga hal penting yang menjadi pertimbangan dalam Menyusun SKB 3 Menteri.

Pertama, bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan consensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD Negara RI tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika, serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang diantur peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Kedua, sekolah berfungsi untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Serta membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama.

Ketiga, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.

Berita Lainnya