Customer Online di Asia Tenggara Tumbuh 70 Juta Sejak Awal Pandemi

Kawula Muda, pasti kalian juga suka kan belanja online?

Pertumbuhan konsumen digital tertinggi terjadi di Indonesia (ISTOCKPHOTO).
Fri, 17 Sep 2021

Berdasarkan laporan dari Facebook dan Bain & Company pada Kamis (16/07/2021), jumlah orang yang berbelanja online di 6 negara Asia Tenggara diperkirakan bertambah lebih dari 70 juta semenjak pandemi Covid-19 dimulai. 

Laporan tersebut menyurvei lebih dari 16.000 orang yang bertempat tinggal di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Mereka memperkirakan jumlah konsumen digital di Asia Tenggara akan terus naik hingga mencapai 350 juta pada akhir tahun ini dan bakal mencapai 380 juta pada 2026 mendatang. 

Kenaikan yang drastis ini terjadi karena pemerintah dari negara-negara tersebut meminta rakyatnya untuk mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid-19. Akibat aturan tersebut, Asia Tenggara mengalami peningkatan yang sangat cepat dalam layanan digital seperti e-commerce, pengiriman makanan, dan metode pembayaran online. 

Di antara 6 negara yang disurvei, laporan itu mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang terus mengalami pertumbuhan tertinggi. Populasi konsumen digital di Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 15 persen, dari yang awalnya 144 juta di 2020 menjadi 165 juta di 2021. 

Lonjakan jumlah konsumen online dipengaruhi oleh munculnya varian baru Covid-19 yakni varian delta yang sangat menular, serta tingkat vaksinasi yang rendah pada beberapa negara berkembang. Selain itu, pembatasan aktivitas di luar rumah menyulitkan konsumen untuk mengunjungi toko-toko fisik sehingga pasar e-commerce berkembang pesat. 

Lewat survei yang dilakukan pada Mei lalu itu menemukan bahwa pangsa responden yang mengatakan mereka berbelanja “kebanyakan online” naik dari 33 persen di 2020, menjadi 45 persen di 2021. Perolehan terbesar datang dari Singapura, Malaysia dan Filipina. 

Facebook dan Bain & Company memproyeksikan pengeluaran online akan tumbuh sebesar 60 persen pada tahun ini, dari 238 dolar AS per orang di 2020, menjadi 381 dolar AS per konsumen digital. Laporan tersebut juga mengatakan bahwa pangsa ritel online dari keseluruhan ritel melonjak di Asia Tenggara dari yang sebelumnya 5 persen di 2020, menjadi 9 persen, lebih cepat daripada di Brasil, China, atau India. 

"Selama lima tahun ke depan, penjualan e-commerce Asia Tenggara juga diproyeksikan untuk mengimbangi negara-negara ini, tumbuh sebesar 14 persen per tahun," kata laporan itu, melansir dari CNBC

Semakin banyaknya pembelian online, layanan fintech seperti “beli sekarang, bayar nanti” atau yang dikenal sebagai “pay later”, serta dompet digital, dan mata uang kripto juga mengalami kenaikan. 

Dalam tiga bulan pertama tahun ini, 88 persen dari ekuitas swasta dan investasi modal ventura di wilayah ini mengalir ke sektor teknologi dan internet. Menurut laporan itu, sebesar 56 persen masuk ke teknologi keuangan (fintech). 

"Kami melihat ledakan tiga kali lipat dari fintech. Tidak hanya regulator yang menghilangkan hambatan regulasi, kita juga akan melihat arus modal yang deras tanpa gesekan," kata Dmitry Levit dari Cento Ventures dalam laporan tersebut.

Dompet digital menjadi pilihan pembayaran yang paling disukai oleh 37 persen responden, 28 persen lebih suka uang tunai, 19 persen lebih memilih kartu kredit atau debit, dan 15 persen lainnya untuk transfer bank. Filipina, Malaysia, dan Vietnam mengalami peningkatan terbesar dalam dompet digital dengan masing-masing pertumbuhan 133 persen, 87 persen, dan 82 persen. 

Asia Tenggara memiliki digitalisasi yang cepat, membuktikan adanya peluang besar dalam ekonomi digital kawasan ini. 

“Wilayah ini akan menjadi pasar yang berkembang setidaknya selama 10 tahun ke depan seiring munculnya vertikal, industri, dan produk baru,” kata Justin Hall, mitra di Golden Gate Ventures dalam laporan tersebut.

  • EDITORIAL TEAM:

Berita Lainnya