Hamil Duluan, 226 Remaja di Ponorogo Ajukan Dispensasi Pernikahan Dini

Kurangnya pengawasan orang tua dan bebasnya teknologi juga menjadi faktor pendorong pernikahan dini tersebut.

Pengadilan Agama Ponorogo (PA Ponorogo)
Sat, 15 Jan 2022

Terdapat 266 remaja di Ponorogo, Jawa Timur, mengajukan dispensasi pernikahan ke kantor Pengadilan Agama (PA). Mayoritas alasan pengajuan tersebut adalah hamil duluan. 

“Dari sekian perkara ini rata-rata adalah hamil duluan. Usianya bervariasi, ada yang usia 17 tahun hamil, 18 tahun hamil, 15 tahun juga ada,” tutur Humas Sukahata Wakano pada Kamis (13/01/2022) dikutip dari Detik.com.

Ia mengatakan data dispensasi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun 2020, data dispensasi nikah adalah sebanyak 241 perkara. Namun, di 2021, terdapat 266 perkara dispensasi pernikahan dini. 

Salah satu faktor yang menurutnya memengaruhi adalah perubahan Undang-Undang (UU) perkawinan. 

“Kenaikan terlihat ketika UU perkawinan berubah. Langsung melonjak,” tutur Sukahata. 

Ilustrasi pernikahan. (UNSPLASH)

 

Sebelumnya, pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, usia minimal perkawinan bagi wanita adalah 16 tahun. Namun, peraturan tersebut direvisi lewat UU 16 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa usia minimal pernikahan wanita adalah 19 tahun. 

Karena itulah, apabila seorang wanita ingin menikah padahal belum menyentuh usia 19 tahun, ia harus mengajukan permohonan menikah baik ke Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Pengadilan Agama (PA). 

Sayangnya, dikarenakan tingginya angka kehamilan dini, permohonan dispensasi untuk menikah dini pun banyak dilayangkan kepada PA. 

“Dari 266 kasus yang ada, Married by Accident (MBA) 65 persen. Sisanya memang ada yang sudah berhubungan suami istri. Juga takut zina dan fitnah,” kata Sukahata.

Sementara itu, secara geografis, permohonan dispensasi pernikahan dini banyak ditemui di daerah perbatasan kabupaten atau kecamatan terluar Ponorogo. Salah satu faktor utama hal tersebut adalah kurangnya pengawasan dari orang tua. 

“Karena orang tua bekerja di luar negeri, biasanya yang mengajukan dispensasi pamannya,” papar Sukahata. 

Faktor semakin mudahnya penggunaan ponsel dan teknologi juga mendorong keinginan eksplorasi para remaja tersebut.

“Penasaran mau coba-coba. Terlalu mudah untuk diakses. Apalagi anak-anak sekarang penasarannya luar biasa,” tambahnya. 

Berita Lainnya