Indonesia Diprediksi Tak Akan Miliki Petani pada 2063

Hmmm Kawula Muda, kalau nggak ada petani kira-kira sumber pangan kita nanti dari mana ya?

shutterstock.com
Fri, 26 Mar 2021

Perkembangan teknologi tidak memungkiri terjadinya perubahan sosial secara menyeluruh dan Indonesia juga sedang mengalami fase ini. Sebagai negara yang memiliki bentang alam luar biasa, kebanyakan mata pencaharian masyarakat Indonesia bergerak di sektor pertanian. 

Namun, ternyata fakta ini sudah tidak terlalu relevan sekarang. Adanya perkembangan teknologi seiring dengan globalisasi membuat fokus mata pencaharian masyarakat Indonesia bergeser ke sektor jasa. 

Hal ini didukung dengan prediksi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) yang memprediksi Indonesia akan kehilangan profesi petani pada 2063.

Ini bukanlah prediksi asal yang tanpa data. Dari data yang tersedia, terlihat jumlah profesi petani di Indonesia menurun drastis seiring dengan semakin sedikitnya lahan pertanian. 

Menurut Mia Amalia, Plt Direktur Pembangunan Daerah Kementerian PPN/Bappenas, pada 1976 rasio mata pencaharian di Indonesia didominasi oleh petani dengan persentase 65,8 persen dari total jumlah pekerja. Pada 2019, jumlah ini menurun jadi sekitar 28 persen.

Berkebalikan dengan itu, pekerjaan di sektor jasa semakin meningkat. Dari sebelumnya pada 1976 memiliki persentase 23,5 persen menjadi 48,91 persen pada 2019. Selain sektor jasa, sektor industri juga turut meningkat dari semula hanya ada di persentase 8,86 persen pada1976, meningkat menjadi 22,45 persen pada 2019. 

Dewasa ini masyarakat Indonesia juga lebih lebih berorientasi untuk tinggal di kota-kota besar atau wilayah desa yang memodernkan diri. Dengan anggapan bahwa hidup di kota besar dapat menjamin kelangsungan hidup yang lebih sejahtera, angka urbanisasi jadi meningkat. 

Diperkirakan pada 2045, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan bisa mencapai 67,1 persen atau sejumlah 68,3 juta orang. 

Walau begitu, perpindahan masyarakat dari desa ke kota tetap memiliki sisi positif di sektor perekonomian lewat meningkatnya pendapatan rumah tangga, peningkatan status gizi anak dan kemudahan akses layanan pendidikan dan kesehatan.

Namun, kita tetap membutuhkan solusi dari menurunnya jumlah petani yang tidak seiring dengan kebutuhan pangan yang terus bertambah. 

  • EDITORIAL TEAM:

Berita Lainnya