Segala Hal tentang Draf RKUHP yang Masih Bermasalah, Pemerintah Bisa jadi Diktator?

Menurut lo, pasal mana aja yang bermasalah, Kawula Muda?

Ilustrasi hukum (UNSPLASH/TINGEY INJURY)
Thu, 17 Nov 2022


Polemik panjang mengenai pasal-pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru masih terjadi hingga kini. 

KUHP merupakan hukum penting di Indonesia sebab merupakan patokan dari berbagai hukuman tindak pidana di Indonesia. Kitab tersebut juga merupakan salah satu hukum dasar yang mengklasifikasi apa saja tindakan yang termasuk dalam ‘tindak pidana’.

Ilustrasi hukum yang memiliki asas keadilan (UNSPLASH/ELENA MOZHVILO)

 

Karena itu, KUHP memiliki dampak yang luas bagi masyarakat. KUHP yang merupakan warisan Belanda dan telah lama tidak kunjung mengalami pembaharuan juga tentu menjadi masalah. 

Kini, DPR bersama pemerintah pun tengah mempersiapkan revisi KUHP terbaru. Hal itu mengingat adanya pergeseran budaya hidup masyarakat berkat perkembangan teknologi di Indonesia. 

Masyarakat dan media tentu memiliki peran penting dalam mengawasi draf terbaru KUHP tersebut. Apabila terdapat pasal yang dirasa semakin merugikan masyarakat, sudah sewajarnya bagi masyarakat untuk melindungi hak-haknya. 

Hal itu pun terwujud saat aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa dan masyarakat sipil pada 2019 lalu. Aspirasi utama dari unjuk rasa tersebut yakni penolakan terhadap RUU KUHP yang dinilai bermasalah. 

Kini, DPR dan pemerintah kembali melakukan revisi RKUHP. Pada draf RKUHP terbaru versi 9 November 2022 kini memiliki 627 pasal. Jumlah tersebut berkurang apabila dibandingkan dengan versi 6 Juli 2022 yang memiliki 632 pasal. 

Dilarang Hina Presiden, DPR hingga Polisi

Penghinaan kekuasaan umum lewat sosial media berpotensi pada ancaman pidana selama dua tahun (UNSPLASH/DOLE)

 

Sayangnya, draf RKUHP terbaru tersebut masih mempertahankan pasal 349. Pada ayat pertama pasal tersebut, berbunyi "Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II".

Hukuman pun dapat diperberat menjadi pidana penjara hingga tiga tahun apabila ‘penghinaan’ tersebut menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat. Kemudian, apabila penghinaan tersebut dilakukan lewat media sosial, maka ancaman pidana selama dua tahun juga mengancam sang pengunggah. 

Lebih lanjut, tindakan pindah pidana tersebut hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. 

Dalam penjelasan pasal tersebut, ditegaskan pihak kekuasaan umum yang dimaksud yakni Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, polisi, kejaksaan, Presiden, Wakil Presiden, hingga Pemerintah Daerah.

Selain itu, penjelasan terbaru juga menuliskan tindak penyerangan kehormatan juga tidak termasuk apabila dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Karenanya, tindak pidana tersebut tidak dapat diberlakukan apabila dilakukan dalam bentuk demo atau unjuk rasa, kritik, maupun pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden. 

Masih Banyak Pasal Bermasalah

Ilustrasi hukum milik para penguasa (UNSPLASH/SASUN BUGHDARYA)

  

Media and Campaign Manager Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, menilai masih banyak pasal bermasalah di draf RKUHP terbaru tersebut. Hal itu dikarenakan beberapa pasal berpotensi melanggar HAM dalam draf RKUHP terbaru yang telah diserahkan pemerintah ke DPR.

"Pemerintah Indonesia mengklaim sedang menyiapkan RKUHP yang diklaim juga akan memperbaiki rule of law juga perlindungan HAM, tapi nyatanya kalau kita lihat bersama kawan-kawan, di draf RKUHP terbaru bahkan yang di-submit 9 November kemarin itu masih banyak pasal bermasalah, yang salah satunya berpotensi melanggar hak asasi manusia," ujar Nurina dalam konferensi pers, Kamis (10/11/2022) mengutip CNNIndonesia. 

Beberapa pasal yang dianggap bermasalah yakni terkait pencemaran nama baik hingga pasal mengenai makar yang dianggap merupakan pasal berlapis.

Selain itu, minimnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan RKUHP juga jadi masalah. Menurut Nurina, seharusnya RKUHP dilakukan dengan partisipasi bersama, bukan hanya sosialisasi satu arah dari pemerintah. 

Berpotensi Lahirkan Pemerintah Diktator

Ilustrasi pemerintahan oligarki atau diktator (ISTOCK)

 

Pemerintahan diktator otoritarianisme disebut dapat saja terjadi apabila RKUHP tersebut masih memiliki pasal terkait penghinaan lembaga negara. 

“Menurut saya ini berpotensi membuat keadaan rezim, pemerintahan ini, menjadi pemerintahan yang diktator yang otoritarianisme, mungkin bahasanya bisa neo-diktatorisme atau new authoritarianism,” tutur direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) Dr.(cand) Ubedilah Badrun, M.Si., pada Jumat (18/06/2021) lalu. 

Hal serupa pun diserukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), dan BEM Kema Unpad. Menurut mereka, RKUHP memungkinkan adanya pasal-pasal multitafsir seperti penghinaan. 

“Mungkin kritiknya bagus, tapi bisa ditafsirkan sebagai penghinaan,” kata Revanka Mulya, perwakilan dari KM ITB mengutip BandungBergerak. 

Sementara itu, kediktatoran adalah model pemerintahan saat semua kuasa berada di individu maupun golongan elite. Diktator pun muncul dalam kerangka politik yang menyebabkan kekuasaan menjadi terpusat. 

Beberapa ciri pemerintah diktator yakni keputusan yang dibuat secara sewenang-wenang, tidak adanya prinsip pemisahan kuasa, penumpukan kekuasaan, penindasan pada golongan di luar para elite, halangan terhadap kebebasan pers, hingga penindasan para pembangkang. 

Nasib RKUHP Ditentukan Akhir November

Ilustrasi pengesahan suatu undang-undang terbaru (UNSPLASH/TINGEY INJURY LAW)

  

Draf RKUHP 9 November tersebut kini telah diterima oleh Komisi III DPR. DPR menyebut draf tersebut mengadopsi 69 masukan masyarakat dan empat proof-readers terhadap batang tubuh dan penjelasan dari dialog publik yang diadakan di 11 kota di Indonesia.

Adapun kelima pasal yang dihapus pada versi draf terbaru adalah terkait Pidana Pemilik Unggas dan Ternak yang Dibiarkan Merusak Kebun (Pasal 277-278), Tindak Pidana Perusak Lingkungan Hidup (Pasal 344-345), Penggelandangan (Pasal 429), Pemidanaan Praktik Dokter Gigi tanpa Izin (Pasal 276), Pemidanaan Advokat yang Curang (Pasal 282).

Terdapat pula pengubahan frasa "agama" menjadi "kepercayaan", serta frasa "pemerintah yang sah" menjadi "pemerintah". 

Selain itu, terdapat satu tambahan pasal terkait tindak pidana kekerasan seksual. Hal itu dinilai sebagai upaya harmonisasi terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam draf RKUHP tersebut. 

Selanjutnya, pembahasan terkait RKUHP terbaru ini akan kembali dilakukan pada tanggal 21 dan 22 November 2022 mendatang. Mari kita kawal sama-sama ya, Kawula Muda! 

Berita Lainnya