Sosialisasi RUU KUHP Dimulai, 5 Pasal Ini Menarik Perhatian Publik

Kawula Muda, menurut lo oke enggak sih 5 pasal dalam RUU KUHP ini?

Salah satu pasal RUU KUHP melibatkan presiden. (INSTAGRAM/JOKOWI)
Sat, 12 Jun 2021

Belakangan ini, pembahasan draf RUU KUHP muncul kembali ke permukaan. Padahal, sebelumnya. pengesahan RUU KUHP telah dibatalkan pada 2019 silam. Pemerintah juga sempat berjanji untuk tidak memasukkan RUU KUHP ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. 

Tak disangka, draf RUU KUHP malahan disosialisasikan ke 11 kota di Indonesia. dan Jakarta menjadi kota terakhir dalam road show itu.

Dikutip dari Kompas, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangkan sosialisasi yang dilakukan oleh Kemenkumham. Draf RKUHP yang disosialisasikan pun tak berbeda dengan draf yang meresahkan masyarakat pada September 2019 lalu.

Terlebih lagi, 5 pasal berikut ini dinilai kurang adil bagi sebagian orang.

1. Menghina presiden/wakil presiden di media sosial bisa terkena pidana 4,5 tahun

Kawula Muda, pasal yang ada dalam draf RUU KUHP ini bikin kita harus semakin berjaga-jaga di media sosial, nih.

Pasal 218 ayat 1 dan Pasal 219 menjelaskan:

Pasal 218 (1): Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak kategori IV.

Pasal 219: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun, pasal ini diketahui bukan atas usulan Presiden Joko Widodo, melainkan bagian legislatif yang memutuskan.

Presiden Jokowi. (INSTAGRAM/JOKOWI)

2. Ngeprank bisa dikenakan denda ataupun penjara

Pasal ini menjadi ancaman untuk kreator konten, karena prank atau membohongi seseorang bisa ditindak pidana. Tentunya, pasal ini dibuat agar tidak membahayakan ataupun merugikan pihak manapun. Berikut bunyi pasal tersebut:

Pasal 335: Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Sementara untuk korban prank yang tidak terima, kamu bisa melaporkan ke pihak berwajib dengan Pasal 439 yang berbunyi:

(1) Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana dengan paling banyak ketegori II.

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(3) Tidak merupakan Tindak Pidana jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.

3. Mengklaim dirinya merupakan pembunuh bayaran atau dukun santet akan terkena hukuman denda dan penjara

Tak sedikit kasus kriminal melibatkan pembunuh bayaran maupun dukun santet. Begini bunyi pasal yang membahas tindak pidana tersebut: 

Pasal 249 (Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana):

Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk melakukan Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 250:

(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan Tindak Pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Jika setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

4. Bergelandang bisa terancam denda Rp1 juta

Selain itu, pasal yang tidak kalah menarik adalah pasal 431.

Pasal 431:

Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (Maksimal Rp 1 juta).

Gimana menurut kamu, Kawula Muda, soal pasal ini?

5. Tukang gigi terancam pidana maksimal 5 tahun

Terakhir, jika ada tukang gigi yang tidak memiliki izin praktik namun mengklaim bahwa dirinya adalah dokter ataupun dokter gigi, akan diproses lebih lanjut secara hukum. Hal itu diatur dalam Pasal 276 sebagai berikut:

Pasal 276 (1): Setiap dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 276 (2): Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Menurut kamu, gimana, Kawula Muda? Layak enggak nih untuk disahkan?



Berita Lainnya