Sudah Ada Sejak Zaman Belanda, Ini Sejarah Ospek dan Perploncoan di Indonesia!

Namun, istilah plonco rupanya baru hadir di jaman Jepang, Kawula Muda!

Ilustrasi sekelompok mahasiswa. (FREEPIK)
Thu, 11 Aug 2022


Menjelang masa perkuliahan, istilah Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) hingga Orientasi Mahasiswa Baru (OMB) tentu tak jarang dikenal. 

Bahkan, ada saja berita yang memuat berbagai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Ospek dan OMB tersebut. Pada 2020 lalu misalnya, sempat viral kala seorang senior membentak mahasiswa terkait dengan ikat pinggang secara online di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Ilustrasi mahasiswa (UNSPLASH/Kalis Munggaran)

 

Kemudian, baru-baru ini, kembali viral terkait pelaksanaan Ospek di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Kampus tersebut disebut menjemur mahasiswa di lapangan sejak pukul 12 hingga 5 sore serta adanya pelecehan verbal terkait make up mahasiswa baru. 

Rupanya, ospek yang sarat akan senior yang galak serta aturan yang ketat bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Budaya ‘perploncoan’ tersebut seolah telah menjadi tradisi yang mengakar di berbagai universitas di Indonesia. 

Dijelaskan oleh Mohammad Roem, sejarah OSPEK sebenarnya sudah ada sejak 1900-an ketika Belanda menjajah Indonesia. Saat itu, dengan nama ontgroening (dalam bahasa Indonesia berarti hijau), proses tersebut merujuk pada pembentukan murid baru yang masih ‘hijau’. Adapun pelaksanaan ontgroening biasanya dilakukan selama tiga bulan dengan peraturan ketat. 

Istilah perploncoan pun lahir pada masa pemerintahan Jepang. Istilah tersebut merujuk pada ‘kepala gundul’. Hal itu melambangkan seseorang yang belum mengetahui kehidupan masyarakat dewasa layaknya anak kecil yang tidak memiliki rambut kala baru lahir.

Masa ini pun menandai dimulainya tradisi ospek yang keras.  Dalam novel Siti Nurbaya (1920) yang ditulis oleh Marah Rusli, diceritakan Samsul Bahri diplonco sebagai calon pelajar sekolah dokter Jawa di STOVIA, Batavia. Novel tersebut pun menceritakan bagaimana seorang mahasiswa baru terbiasa dibentak dan diperintah oleh para senior. 

Sementara itu, setelah merdeka pun, tradisi tersebut masih lestari. Misalnya saja Universitas Gajah Mada yang mulai memberlakukan tradisi perploncoan saat menerima mahasiswa baru. Pada 1949, Universitas Indonesia turut melakukannya. Hukuman fisik seperti push up hingga sit up turut diterapkan. 

Kembali ke masa kini, tradisi perkenalan OSPEK maupun OMB masih berlangsung. Namun, seiring dengan banyaknya pendapat bahwa pengenalan universitas tidak harus sarat akan kekerasan, banyak kampus yang mulai melakukan evaluasi, membenah diri, dan mengubah sistem. Apa yang dirasa tidak perlu, diputuskan untuk dihapuskan dari proses pengenalan lingkungan kampus. 

Sayangnya, akar senioritas yang sarat akan bentakan, tugas riweuh yang (belum tentu) tidak memiliki makna, hingga label yang seram, masih kerap lestari hingga masa kini. 

Berita Lainnya