Yogyakarta jadi Provinsi Termiskin tapi Penduduknya Hidup Bahagia

Siap pindah ke Jogja, Kawula Muda?

Ilustrasi kota Yogyakarta (UNSPLASH/FAKHRI LABIB)
Tue, 24 Jan 2023


Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa. Walau begitu, indeks kebahagiaan wilayah tersebut tinggi loh, Kawula Muda! 

Hasil tersebut didapat pada September 2022 dengan tingkat kemiskinan wilayah tersebut adalah 11,20% atau 463.630 penduduk miskin. Yogyakarta pun menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia bersama dengan Bengkulu (14,73%) dan Nusa Tenggara Barat (14,54%).

Angka tersebut juga lebih besar dari rata-rata tingkat kemiskinan Indonesia yang berada di angka 7,60%. Hal itu didukung oleh nilai UMP yang merupakan terkecil kedua di Indonesia. 

Sementara itu, indeks kebahagiaan DIY menurut data BPS pada 2021 adalah 71,70. Angka tersebut merupakan tingkat ke-14 dari seluruh provinsi di Indonesia dan menjadi nomor satu di pulau Jawa.

"Indeks kebahagiaan tinggi, akibat pandemik memang menurun, tapi sebelum pandemi 5 besar (di Indonesia). Artinya, miskin tetapi tetap bahagia, sehat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga tertinggi kedua, hanya kalah dengan DKI Jakarta. Terpenuhi komponen fasilitas pendidikan, kesehatan, serta pengeluaran," ujar Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo mengutip IDNTimes. 

Rasa bahagia walau pendapatan kecil pun disetujui oleh Yuswohady, salah satu warga Yogyakarta. Lewat akun Instagramnya, ia mengaku terdapat tradisi di wilayah tersebut yang mengajarkan anak-anaknya untuk bersyukur. 

"Sy mmg tak dilahirkan di Yogya. Tp bapak sy, morotuwo, simbah, simbah buyut, pak lik, om, bude, semua tulen Yogya. Dan sjk kecil sy dididik dlm tradisi Yogya. Sprti halnya bapak sy, org Yogya itu PRIHATIN-nya minta ampun. Hidup sederhana, ngirit abizzz. Klo belanja seperlunya, tak pernah berlebihan," tulis Yuswohady dalam akun instagram @yuswohady seperti dikutip dari Liputan6. 

Memang, Susilo menyatakan warga Yogyakarta sangatlah irit dan tidak konsumtif. Padahal, tingkat pengeluaran konsumsi itulah yang menjadi tolak ukur dari pengukuran kemiskinan. 

“Di DIY itu utamanya pedesaan ada yang subsistem, artinya di pedesaan banyak yang konsumsi tapi dari kebun sendiri. Sehingga kemungkinan tidak masuk perhitungan konsumsi. Budaya masyarakat desa juga secukupnya. Memang harus diuji, kaji terus di lapangan, kemiskinan ini juga tidak sampai dalam arti kekurangan makan dan minum," ujar Susilo.

Karena itu, walau pengeluaran sangat sedikit, warga Yogyakarta tetap bahagia, Kawula Muda!

Berita Lainnya