Frekuensi Tawa Seseorang Turun pada Usia 23, Dunia Kerja Sebabnya!

Kawula Muda, merasa kayak begitu enggak, sih?

Ilustrasi aktivitas tertawa (UNSPLASH)
Mon, 06 Sep 2021

Keadaan pandemi yang sulit seharusnya bisa diimbangi dengan perasaan senang, salah satunya bisa dihasilkan dari aktivitas tertawa.

Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh profesor dan dosen dari Stanford University, Jennifer Aaker dan Naomi Bagdonas, menemukan bahwa frekuensi tertawa dan tersenyum seseorang mulai menurun pada usia 23 tahun.

Aaker dan Bagdonas menuliskan penelitian tersebut dalam sebuah buku berjudul “Humour, Seriously”. Kedua akademisi ini memang mengkhususkan diri dalam mengajar mahasiswanya bagaimana menggunakan humor untuk keuntungan mereka di tempat kerja.

Penulis buku "Humour, Seriously" Jennifer Aaker (kiri) dan Naomi Bagdonas (kanan) (NEXT BIG IDEA CLUB)

Mereka melakukan survei kepada 1,4 juta orang di 166 negara yang berbeda. Hasilnya adalah, sama seperti disampaikan sebelumnya, usia rata-rata di mana orang mulai jarang tersenyum dan tertawa ada di usia 23 tahun.

Hal ini dikarenakan seseorang mulai masuk ke dunia kerja yang lebih ‘serius’ pada usia tersebut.

"Kita tumbuh dewasa, memasuki dunia kerja, dan tiba-tiba menjadi 'orang yang serius dan penting', menukar tawa dengan dasi dan celana panjang," ucap penulis seperti melansir The Times.

Aaker dan Bagdonas juga meneliti bahwa rata-rata anak berusia empat tahun tertawa hingga 300 kali per hari. Untuk orang dewasa berusia 40 tahun, dibutuhkan 10 minggu untuk mencapai jumlah yang sama.

Kawula Muda, sudah tertawa belum hari ini?

Berita Lainnya