Ogah Kerja Over dan Mau “Work Life Balance”, Quiet Quitting Jadi Tren Baru Pekerja Gen-Z

Hai Kawula Muda, pernah ngerasa ngelakuin quiet quitting?

Ilustrasi pekerja. (FREEPIK)
Fri, 02 Sep 2022


Istilah Quiet Quitting sedang ramai dibicarakan. Biasanya istilah ini digunakan para pekerja yang memilih untuk melakukan pekerjaan sesuai jobdesk dan upahnya saja.

Mereka memandang pekerjaan atau tempat bekerja secara apatis, bekerja pasif, dan juga menyimpan masukan jika tidak diminta bicara.

Quiet quitting menjadi tren di kalangan pekerja Gen-Z setelah sejumlah konten viral di TikTok menyebut tren ini baik untuk kesehatan mental sehingga menjadi gelombang baru untuk mendapatkan keseimbangan hidup yang lebih baik atau yang dikenal dengan jargon “work life balance”.

Itu karena pada prinsipnya, quiet quitting adalah secara diam-diam mengambil jarak dengan pekerjaan dan memberikan prioritas lebih banyak pada kehidupan pribadi.

Ilustrasi work life balance. (FREEPIK)

 

Dampak positif 

Seorang psikolog Lee Chamber mengatakan, quet quitting dapat menjadi coping mechanism untuk mengatasi burnout atau rasa jenuh akibat overwork yang kronis. Terlebih saat seorang pekerja merasa kerja kerasnya kurang dihargai.

Sementara itu, psikoterapis Tania Taylow menegaskan bahwa rumah dan pekerjaan memang tidak seharusnya menyatu. Dalam kaitannya dengan mental health alias kesehatan mental, seseorang juga harus mengakui bahwa dirinya lebih berdaya daripada apa yang diberikan oleh pekerjaan.

Adanya jarak antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan, menurutnya juga dapat memperkaya seseorang dengan hal lain seperti bersosialisasi. Secara tidak langsung, quiet quitting menurutnya dapat meningkatkan produktivitas.

Dampak negatif 

Meskipun menjanjikan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, tren quite quitting bukan tanpa risiko. Ada kemungkinan, bos atau senior menyadari hal itu lalu menganggap seseorang tidak lagi punya motivasi untuk bekerja keras.

Di sisi lain, quiet quitting juga berisiko membuat seseorang kehilangan rasa terlibat, kehilangan tujuan, dan juga kepuasan dalam bekerja. Padahal, hal-hal tersebut juga penting dalam kaitannya dengan mental health.

Jadi, buat Kawula Muda yang mau memilih quite quitting, coba dipikir-pikir dan ditimbang-timbang lebih dulu. Kira-kira bakal dapat efek positif lebih banyak atau justru sebaliknya?

Berita Lainnya