Diperkosa Produser hingga Hamil Saat Umur 19 Tahun, Lady Gaga Alami Gangguan Psikotik

Kawula Muda, kisah pilu dari megastar nih.

Penyanyi Amerika Serikat, Lady Gaga. (INSTAGRAM/LADY GAGA)
Sun, 23 May 2021

Bintang pop Lady Gaga baru-baru ini mengungkap kejadian masa lalu yang dialaminya ketika masih remaja yang menyebabkan dirinya menderita gangguan psikotik selama bertahun-tahun. Ia mengaku pernah diperkosa oleh seorang produser ketika masih beruisa 19 tahun hingga hamil.

Pengalaman mengerikan tersebut diungkapkan Gaga dalam episode pertama serial dokumenter berjudul The Me You Can’t See yang dibuat oleh Pangeran harry dan Oprah Winfrey sebagai salah satu upaya untuk mengatasai stigma terkait kesehatan mental. Serial tersebut tayang perdana di Apple TV+ pada Jumat (21/05/2021).

Dengan berlinang air mata Gaga menceritakan kisah menyakitkan ketika produser yang tidak disebutkan namanya itu memaksanya untuk melepaskan pakaian. Produser itu juga mengancam akan menghancurkan karya musik Lady Gaga jika tidak menuruti kemauannya.

"Aku berusia 19 tahun (saat itu), dan aku sudah terjun di bisnis (musik). Seorang produser berkata kepadaku, ‘Lepaskan pakaianmu’,” kenang penyanyi bernama asli Stefani Germanotta itu.

“Dan aku bilang ‘tidak’. Aku kemudian pergi, dan mereka bilang kepadaku bahwa mereka akan membakar semua musikku. Mereka tidak berhenti, mereka tidak berhenti memintaku, aku cuma bisa diam dan aku… Aku bahkan tidak bisa mengingatnya," kata Lady Gaga lagi.

Meski telah menyumbang trauma besar dalam hidupnya, Gaga menegaskan bahwa dia tidak akan pernah menyebutkan nama orang yang telah memerkosanya.

"Aku memahami gerakan #Metoo ini, aku mengerti bahwa beberapa orang merasa sangat nyaman dengan ini, tapi aku tidak. Aku tidak ingin berhadapan dengan orang itu lagi. Sistem ini sangat abusif, sangat berbahaya,” ujar pelantun Poker Face itu merujuk pada #Metoo sebagai salah satu gerakan yang bertujuan melawan pelecehan dan kekerasan seksual.

Akibat kejadian tersebut, Gaga didiagnosis dengan PSTD (post traumatic stress disorder) beberapa tahun kemudian, setelah ia pergi ke rumah sakit karena sakit kronis. Dia kemudian mengumumkan diagnosisnya pada 2016.

“Awalnya, aku merasakan sakit yang luar biasa, kemudian mati rasa. Kemudian aku sakit selama berminggu-minggu dan berminggu-minggu hingga berminggu-minggu lagi setelahnya,” ujar Gaga menjelaskan.

“Dan aku baru sadar bahwa rasa sakit itu sama seperti yang aku rasakan ketika orang yang memperkosaku meninggalkanku (dalam kondisi) hamil di sudut rumah orang tuaku, karena aku muntah dan sakit. Karena aku telah dianiaya, aku dikurung agar tidak pergi ke studio selama berbulan-bulan," kata Gaga menambahkan.

"Yang aku rasakan ketika merasa sakit adalah sama seperti apa yang aku rasakan setelah aku diperkosa. Aku sudah menjalani begitu banyak MRI dan scan. Mereka tidak menemukan apa-apa, tapi tubuhku masih mengingatnya," tutur Gaga.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Gaga untuk pulih dari gangguan mentalnya. Ia pernah membatalkan serangkaian tanggal konser Joanne World Tour pada 2018-2019, karena gangguan yang dialaminya. Dia bahkan sempat berkeinginan untuk menyakiti diri sendiri dan bunuh diri

"Aku mengalami gangguan psikotik total, dan selama beberapa tahun, aku bukan lagi gadis yang sama," ungkapnya.

"Sungguh hal yang sangat nyata, rasanya seperti ada awan hitam yang mengikuti kalian ke mana pun kalian pergi dan memberi tahu kalian bahwa kalian tidak berharga dan harus mati. Aku sering berteriak dan menghantamkan diri ke tembok," ujar penyanyi berusia 35 tahun itu.

"Kalian tahu kenapa tidak baik untuk mengakhiri (hidup)? Kalian tahu kenapa tidak baik untuk menghantamkan diri ke dinding? Kalian tahu kenapa tidak baik untuk menyakiti diri sendiri? Karena itu justru membuat kalian menjadi lebih buruk,” kata Lady Gaga.

“Kalian pikir akan merasa lebih baik karena kalian menunjukkan kepada seseorang 'Hei, lihat, aku sedang kesakitan’. Itu sama sekali tidak membantu,” ujar dia melanjutkan.

Di usianya yang semakin matang, Lady Gaga menjelaskan bahwa proses penyembuhannya dilakukan dengan mencoba untuk menerima pengalaman menyakitkan tersebut dibanding memendamnya atau berpura-pura tidak teradi apa-apa. Namun, proses pemulihan tersebut tidak bisa instan, melainkan secara perlahan.

Berita Lainnya