Negara dan Wilayah yang Terancam Resesi, Indonesia Termasuk?

Hai Kawula Muda, waspada ancaman resesi dunia.

Ilustrasi krisis ekonomi. (FREEPIK)
Sat, 09 Jul 2022

Seiring imbas wabah pandemi yang berlangsung lebih dari dua tahun terakhir, ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak.

Dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menyebutkan tekanan inflasi yang begitu tinggi di banyak negara tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Senada dengan hal tersebut, para ahli ekonomi dari perusahaan pialang Nomura holdings mengatakan akan ada lima negara dan satu wilayah, yang akan masuk jurang resesi ekonomi tahun depan.

Hal ini terlihat dari gerak bank sentral yang sangat agresif memperketat kebijakan moneter untuk melawan lonjakan inflasi.

Mengutip CNBC International, Kepala Riset Pasar Global Nomura Rob Subbaraman mengatakan, negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan (Korsel), dan juga zona Euro (Eropa).

"Saat ini bank sentral telah beralih ke mandat tunggal dan itu untuk menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter adalah aset yang terlalu berharga untuk hilang. Jadi mereka akan menjadi sangat agresif," ujar Rob Subbaraman.

Ilustrasi krisis ekonomi. (FREEPIK)

  

Berikut rincian negara-negara yang terancam masuk resesi:

1. Amerika Serikat

Proyeksi resesi ekonomi AS berdasarkan data Pendapatan Domestik Bruto (PDB) The Atlanta Federal Reserves, memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS hanya 0,9 persen pada kuartal II 2022 turun dari kuartal I yang tumbuh 1,5 persen.

Kondisi penurunan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut merupakan salah satu tanda resesi.
Tak hanya itu, CEO Morgan Stanley James Gorman memperkirakan bahwa ada kemungkinan 50 persen AS akan jatuh ke jurang resesi tahun ini.

2. Eropa

Kekhawatiran negara-negara Eropa dapat jatuh ke dalam resesi tercermin dari mata uang euro yang merosot ke level terlemahnya terhadap dolar sejak akhir 2002.

Salah satu pemicu ketakutan resesi adalah kenaikan harga gas alam. Data menunjukkan, perlambatan tajam dalam pertumbuhan bisnis pada Juni. Selain itu, defisit perdagangan pada Mei yang disesuaikan secara musiman sebesar 1 miliar euro di Jerman, berlawanan dengan ekspektasi surplus.

Hal ini terlihat nyata pada perekonomian Inggris yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan karena inflasi tinggi. Para pengusaha pun melaporkan tingkat kekhawatiran yang biasanya menandakan resesi.

3. China

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian China akan melambat di paruh kedua 2022 imbas upaya-upaya untuk mengendalikan kasus Covid-19.

Meski begitu, masih ada harapan bagi ekonomi China dapat pulih pada paruh kedua 2022, dibantu oleh stimulus kebijakan yang agresif untuk memitigasi penurunan ekonomi.

Namun, dengan munculnya kembali varian baru Covid-19 yang lebih mudah menular, gangguan ekonomi bisa berjalan semakin lebih lama. Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan mitigasi Covid-19 sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah China sudah mulai meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan pengeluaran publik yang besar, potongan pajak, penurunan suku bunga kebijakan, dan sikap yang lebih longgar pada sektor properti.

4. Mongolia

Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional memperkirakan kondisi keuangan global yang lebih ketat dan dampak geopolitik akan memperburuk profil keuangan eksternal Mongolia menjadi lebih lemah.

"Kami memproyeksikan defisit neraca berjalan Mongolia pada 2022 akan melebar menjadi 16,3 persen dari PDB dan beban utang luar negeri bersihnya menjadi besar pada 167 persen dari PDB," tulis analis Fitch.

Menurut mereka, ketergantungan Pemerintah Mongolia pada utang luar negeri dapat meningkatkan kerentanan terhadap pergeseran sentimen investor internasional yang dapat menghasilkan perlambatan ekonomi.

5. Korea Selatan

Pada awal pekan ini, saham Korea Selatan jatuh karena investor khawatir bahwa kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi akan memicu perlambatan ekonomi. Apalagi ditambah dengan banyak yang bersiap untuk menghadapi dampaki resesi AS tahun depan.

Kementerian keuangan dan bank sentral Korea Selatan bersama-sama mengatakan bahwa mereka telah setuju untuk bekerja sama dalam meminimalisir risiko buruk dari kenaikan suku bunga pada rumah tangga dan bisnis yang rentan agar terhindar dari potensi resesi.

Berita Lainnya