PBB Restui WHO Hapus Ganja dari Daftar Obat Terlarang dan Berbahaya

Hai Kawula Muda, ada pengumuman penting banget nih!

Daun ganja. (FREEPIK)
Fri, 04 Dec 2020

Sebuah pengumuman penting disampaikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu, (2/12/2020). 

Keputusan penting tersebut adalah PBB menghapus ganja dari daftar obat terlarang dan berbahaya. PBB telah merestui rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan meratifikasinya untuk keperluan medis.

Dilansir dari New York Times, hal itu sesuai hasil voting yang dilakukan oleh Komisi Obat Narkotika (CND) yang berbasis di Wina, Austria. 

Dari 53 negara anggota CND, 27 negara di Eropa dan Amerika setuju, sementara 25 negara lainnya, termasuk China, Pakistan, dan Rusia menolak.

Tergantung yurisdiksi negara masing-masing

Keputusan PBB ini tentu mengejutkan, karena 59 tahun terakhir ganja disandingkan dengan opium sebagai barang “haram”. Dengan keputusan baru ini, diharapkan akan mendorong penelitian ilmiah tambahan terhadap ganja.

“Ini adalah kemenangan bersejarah yang besar bagi kami. Kami bisa berharap lebih,”tutur Kenzi Roboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba yang memantau dengan cermat pemungutan suara dan posisi negara anggota.

Kenzi mengatakan bahwa ganja telah digunakan sepanjang sejarah untuk tujuan pengobatan dan keputusan baru dari PBB ini akan memulihkan status tersebut.

Perubahan tersebut kemungkinan besar akan mendukung penelitian medis dan upaya legalisasi di seluruh dunia.

Meski demikian, menurut para analis, keputusan ini tidak serta merta membuat ganja legal di banyak negara. Hal itu akan bergantung dengan yurisdiksi masing-masing negara.

“Hal seperti ini tidak berarti bahwa legalisasi akan terjadi di seluruh dunia. Tapi, ini akan menjadi momen yang menentukan,” kata direktur pelaksana di perusahaan konsultan ganja Global C, Jessica Steinberg, Kamis (3/12/2020).

Saat ini hanya beberapa negara di dunia yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dan rekreasi. Belanda misalnya, mengizinkan penggunaan ganja secara luas untuk tujuan rekreasi dan dijual secara terbuka di sebuah tempat yang dinamakan “Coffee Shop”.

Kira-kira, bagaimana dengan yurisdiksi di Indonesia ya?

Berita Lainnya