RUU PDP Larang Rakyat Kumpulkan Data Pribadi Orang Lain atau Denda Rp 50 Miliar

Intinya lebih ketat masalah kebocoran data, Kawula Muda!

Ilustrasi hukum (UNSPLASH/TIngey Injury)
Thu, 22 Sep 2022


Pada Selasa (20/09/2022), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi undang-undang. 

Dengan begitu, pemerintah memiliki lingkup ruang yang lebih luas dalam melindungi data masyarakat. Hal tersebut termasuk berbagai data pribadi spesifik (data genetika, biometrik, kejahatan, keuangan pribadi, dan lainnya) hingga data umum (nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, dan lainnya). 

Seluruh undang-undang tersebut pun tertuang dalam UU PDP yang sudah dapat Kawula Muda unduh di laman resmi DPR. Adapun undang-undang tersebut memiliki 16 bab dan 76 pasal. 

Salah satu yang ingin tim Prambors sorot adalah terkait pengumpulan data pribadi secara ilegal. Hal itu menyangkut banyaknya terjadi kebocoran data pribadi akhir-akhir ini. 

Ilustrasi data digital (UNSPLASH/MARKUS SPISKE)

 

Lantas, bagaimana undang-undang mengatur hal tersebut?

Dalam Pasal 51 ayat 1 dalam RUU PDP menyebut bahwa masyarakat dilarang mengumpulkan data pribadi milik orang lain untuk keuntungan pribadi. Misalnya terkait pencurian nomor kartu kredit untuk digunakan tanpa sepengetahuan pemilik asli.

Kemudian, pada pasal 54 masyarakat juga dilarang memalsukan pribadi, baik untuk keuntungan pribadi ataupun jika dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. 

Apabila melanggarnya, tentu sudah ada hukuman yang dipersiapkan. Untuk kasus pengumpulan data demi keuntungan pribadi, pelaku dapat hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar. 

Sementara itu, pelaku pembuat data palsu baik untuk diri sendiri maupun orang lain juga berpotensi dipenjara hingga 6 tahun dan membayar denda hingga Rp 60 miliar.

Berita Lainnya