Silicon Valley Bank Bangkrut, bakal Berdampak Besar ke Indonesia?

Udah cek portfolio akun saham lo, Kawula Muda?

Silicon Valley Bank alami kebangkrutan (GETTY IMAGES)
Wed, 15 Mar 2023

Silicon Valley Bank (SVB) merupakan bank Amerika Serikat yang mendanai berbagai perusahaan rintisan (start-up). Sayangnya, seiring dengan maraknya kehancuran start-up, bank tersebut juga mengalami bangkrut, Kawula Muda!

Merupakan bank komersial terbesar ke-16 di Amerika Serikat, bank tersebut memberikan layanan perbankan ke hampir setengah dari seluruh perusahaan teknologi dan ilmu pengetahuan di Amerika Serikat. Selain itu, SVB juga beroperasi di Kanada, Cina, Denmark, Jerman, Irlandia, Israel, Swedia, hingga Inggris. 

Lantas, mengapa bank tersebut dapat runtuh? Dan bagaimana efeknya secara luas di dunia dan Indonesia? Berikut penjelasannya ya, Kawula Muda!

Mengapa Silicon Valley Bank Bangkrut?

Silicon Valley Bank alami kebangkrutan (GETTY IMAGES)

 

Kebangkrutan SVB berlangsung sangat cepat. Sekitar 48 jam setelah nasabah menarik simpanan secara bersamaan, performa SVB langsung terjun bebas.

Pada Rabu (08/03/2023) lalu, muncul pengumuman bahwa dari SVB bahwa mereka akan menjual banyak sekuritas saham dalam harga rendah. Hal itu digunakan untuk menutupi kerugian sebesar 2,25 miliar Dolar AS. Pengumuman secara terbuka tersebut merupakan bentuk sikap transparansi yang diambil oleh CEO SVB, Greg Becker. 

Sayangnya, hal itu menjadi salah satu sumber utama keruntuhan bank tersebut. Salah satu karyawan anonim dalam laporan CNN menyebut bahwa Becker terlalu terbuka mengenai masalah keuangan yang sedang dialami oleh bank tersebut. 

Hal ini pun menimbulkan kepanikan sehingga para nasabah langsung menarik uang mereka. Bahkan, jumlah penarikan tersebut mencapai 42 miliar dolar AS sehingga SVB memiliki saldo kas negatif hingga 958 juta dolar AS.

Saham bank langsung anjlok pada Kamis (09/03/2023) hingga 60%. Hal ini kembali menimbulkan ketakutan di pihak investor maupun pihak penyimpan dana di bank tersebut. 

Kemudian, pada Jumat (10/03/2023) pagi, perdagangan saham SVB dihentikan. Regulator California turun tangan dengan menutup bang tersebut. Bank tersebut pun ditempatkan di bawah Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), yang kemudian akan menjual aset bank untuk kemudian membayar para deposan dan kreditur. 

Walau begitu, masalah keuangan SVB sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Hal itu dikarenakan investasi bernilai miliaran dolar AS yang dilakukan SVB ke obligasi pemerintahan AS kala suku bunga mendekati nol. 

Sayangnya, Federal Reserve menaikkan suku bunga secara agresif kala itu. Hal ini pun menyebabkan nilai investasi SVB turun bebas. 

Di sisi lain, kala itu, perusahaan rintisan di bidang teknologi sedang mengalami kesulitan. Mereka semakin banyak harus meminjam uang dari bank demi membayar hutang. 

Hal ini kemudian menimbulkan ancaman penyaluran dana deposito kepada nasabah lainnya. Terutama, SVB mengalami kenaikan deposito lebih dari tiga kali lipat dalam waktu kurang dari dua tahun. 

Karena itulah, uang yang disimpan di dalam bank dapat menjadi minus hingga dinyatakan bangkrut karena dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah keuangan tersebut, Kawula Muda!

Dampak Kebangkrutan

Silicon Valley Bank alami kebangkrutan (GETTY IMAGES)

 

Tak lama setelah Silicon Valley Bank bangkrut, terdapat satu bank lainnya di Amerika Serikat yang ikut bangkrut, yakni Signature Bank. Hal ini pun memperpanjang kegagalan terbesar dalam sejarah perbankan Amerika Serikat. 

Mengutip Bisnis.com, alasan bangkrutnya Signature Bank juga sama dengan SVB, yakni penarikan dana besar-besaran dari nasabah. 

SVB memang merupakan salah satu bank dengan reputasi baik di Amerika Serikat. Atas kebangkrutan tersebut, pihak regulator AS dengan cepat menyatakan bahwa mereka akan menjamin semua simpanan nasabah SVB. Para nasabah pun disebut dapat kembali mengakses deposito mereka mulai Senin (13/03/2023) kemarin. Hal itu untuk mencegah efek domino lebih lanjut dari kebangkrutan bank tersebut. 

Adapun beberapa perusahaan rintisan yang menyimpan dana di SVB tersebar di berbagai negara. Di Amerika Serikat saja, sekitar 5 miliar dolar AS tersimpan dalam bentuk deposito dan berbagai fasilitas kredit di bank tersebut. Beberapa contoh perusahaan rintisan yang terlibat yakni Roblox, Roku, Buzzfeed, Sunlight Financial Holding INC, hingga Acuityads Holding INC. 

Sementara itu, terdapat sekitar 190 juta dolar AS dana perusahaan rintisan di Eropa yang juga terlibat dengan perusahaan tersebut. Sebut saja Trustpilot Group PLCs, Diaceutics, Zealand Pharmacy, hingga Pharming Group NV. 

Di sisi lain, karena kebangkrutan tersebut, dolar Amerika Serikat langsung melemah di perdagangan pada Senin (13/03/2023). Tak hanya itu, berbagai harga saham di pasar modal juga terdampak sehingga mengalami penurunan.

Efek Bagi Indonesia

Presiden Indonesia, Joko Widodo (INSTAGRAM/JOKOWI)

 

Mengenai kebangkrutan tersebut, Presiden Indonesia Joko Widodo menyebut kegentingan global tetap menjadi ancaman bagi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. 

"Semua negara sekarang ini menunggu efek dominonya akan ke mana," kata Jokowi dalam pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri pada Rabu (15/03/2023) seperti dikutip dari Tempo. 

Walau begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kondisi pasar global kini memang harus terus diwaspadai. Hal itu dikarenakan walau bank tersebut berukuran relatif kecil, kebangkrutan SVB tetap menimbulkan guncangan yang besar dari sisi kepercayaan para investor. 

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut kondisi Indonesia saat ini relatif baik. “Indonesia hari ini sangat baik, kita harus berhati-hati melihat apa yang terjadi di AS,” tutur Luhut pada Selasa (14/03/2023) seperti dikutip dari Detik. 

"Sampai hari ini kita tidak melihat ada tanda-tanda yang punya impact karena kelihatan modal atau capital daripada bank-bank kita juga bagus sekali," lanjutnya. 

Berita Lainnya