KUHP: Pidana bagi Dukun Santet 1,5 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta

Hayoloh...

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur ancaman pidana terhadap orang yang mengaku bisa melakukan santet. Ilustrasi (UNSPLASH/FREESTOCKS)
Wed, 04 Jan 2023


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru mengatur hukuman bagi para ‘pemilik kekuatan gaib’ yang menimbulkan penyakit dan penderitaan. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 KUHP. 

Terkhusus pada pasal 252 ayat (1) KUHP, terdapat ancaman hukum pidana hingga 1,5 tahun untuk mereka yang melakukan santet maupun kegiatan gaib lainnya yang merugikan.

Ilustrasi seseorang yang melakukan sihir hitam (UNSPLASH/DMITRY VECHORKO)

 

"Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi Pasal 252 ayat (1).

Hukuman pun akan lebih berat bagi mereka yang melakukan santet sebagai mata pencaharian. Dukun santet misalnya. Hukuman penjara dapat ditambah hingga ⅓ dari hukuman semula.

Sedangkan, kategori denda diatur dalam pasal 79 KUHP berupa denda kategori IV setara dengan Rp 200 juta.

Adapun pasal tersebut tertuang dalam Bab Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana. Karena itu, rumusan tersebut tidak akan mempertanyakan bukti fisik seperti ‘apa bukti ia melakukan santet?’. 

Namun, hal yang dipermasalahkan adalah ketika seseorang mengaku-ngaku hingga menawarkan jasa santet tersebut. Apabila terjadi, maka orang tersebut dapat dikenai pidana. 

"Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain," bunyi penjelasan Pasal 252 ayat (1).

Sebelumnya, pasal mengenai santet diusulkan oleh berbagai pihak, termasuk kriminolog UI, Prof Ronny Nitisabaskara. Menurutnya, sulit sekali untuk melakukan pembuktian seseorang telah melakukan santet atau tidak. 

Berita Lainnya