Polisi Virtual Sudah Mulai Awasi Dunia Siber, Ayo Lebih Bijak Bermedia Sosial!

Hai Kawula Muda, ingat ya jempolmu harimaumu!

Logo Polisi Siber (NET)
Fri, 26 Feb 2021

Berdasarkan Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, SE/2/II/2021, Virtual Police atau Polisi Virtual telah resmi diluncurkan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Hal itu bertujuan untuk mencegah tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di dunia siber Indonesia.

Dalam konferensi pers di Mabes Polri Jakarta, Rabu (24/2/2021), Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan bahwa kehadiran polisi pada ruang digital merupakan bentuk pemeliharaan agar dunia siber bersih, sehat, dan produktif.

Cara kerja polisi virtual

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Slamet Uliandi mengatakan, tim tersebut telah resmi beroperasi sejak Rabu (24/2/2021).

“Per 24 Februari 2021 sudah dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Artinya, kita sudah mulai jalan,” kata Slamet dalam keterangan tertulis, kamis (25/2/2021), seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Ilustrasi proses koneksi dengan dunia siber. (FREEPIK)

 

Dia juga menuturkan, tim akan mulai beroperasi dengan melakukan patroli siber di media sosial. Mereka akan mengawasi konten-konten yang terindikasi mengandung hoaks serta hasutan di berbagai platform, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram.

Apabila virtual police menemukan konten yang terindikasi melakukan pelanggaran itu, maka tim akan mengirimkan pesan atau direct message ke pemilik akun.

Peringatan itu diberikan usai tim melakukan kajian terhadap konten bersama dengan sejumlah ahli. Dalam hal ini, polisi akan melibatkan ahli bahasa, ahli pidana, hingga ahli ITE.

Hal tersebut dilakukan guna menekan subjektivitas polisi dalam menilai suatu konten yang tersebar di internet untuk kemudian ditegur.

Peringatan itu akan meminta pemilik akun menghapus konten yang berpotensi melanggar pidana dalam waktu 1x24 jam. Jika postingan tidak diturunkan, penyidik akan memberikan peringatan kembali sebanyak satu kali.

Jika peringatan kedua masih belum direspons, maka tim akan memanggil pemilik akun untuk diklarifikasi. Namun, upaya penindakan akan dilakukan sebagai langkah terakhir.

Ilustrasi seru bermedia sosial. (FREEPIK)

 

“Kami lakukan mediasi, restorative justice, setelah itu baru laporan polisi. Sehingga tidak semua pelangaran atau penyimpangan di ruang siber diakukan upaya penegakan hukum melainkan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice,” ujar Slamet lagi.

Cara restorative justice dapat dilakukan misalnya terhadap dugaan kasus pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan. Ia menyebut pelaku yang terlibat di kasus tersebut bisa tidak ditahan.

Pasalnya, hal tersebut juga sejalan dengan Surat Edaran dan Telegram Kapolri yang diterbitkan pada pertengahan Februari lalu. Kekuatan hukum juga ada di UU ITE Pasal 27 ayat 3, Pasal 207 penghinaan terhadap penguasa, Pasal 310, dan Pasal 311. Terhadap tindak pidana tersebut pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan.

Berita Lainnya