Weezer, Sekumpulan Kutu Buku Pencinta Musik Rock yang Mendunia!

Kawula Muda, Weezer bakal tampil di Soundrenaline 2022 di Jakarta, nih!

Band rock, Weezer. (TWITTER/WEEZER)
Sun, 09 Oct 2022

Weezer telah dikonfirmasi akan bergabung dengan sejumlah musisi dunia lain yang bakal tampil di Soundrenaline 2022. Weezer masuk dalam daftar lineup fase kedua yang diumumkan oleh pihak promotor.

Dalam Soundrenaline 2022, selain Weezer juga ada musisi Sheila Majid, Mura Masa, Secondhand Serenade, A Place to Bury Srangers, Ignite, dan juga The Ataris. Kehadiran Weezer di Soundrenaline 2022 memang telah dinanti oleh para penggemarnya di Indonesia.

Para penggemar Weezer sudah tidak sabar untuk menantikan penampilan dari band rock favorit mereka di Soundrenaline 2022. Rencananya, Soundrenaline 2022 akan digelar pada 26 dan 27 November 2022 di Eco Park, Ancol, Jakarta Utara.

Weezer memang bukan nama baru di industri musik rock. Band rock asal Amerika ini bahkan disebut-sebut sebagai sebuah band yang memiliki pengaruh cukup besar untuk sejumlah musisi.

Mereka dilabeli sebagai alternative-rock, geek-rock, power-pop, indie-rock, hingga emo. Namun, pada dasarnya, Weezer adalah sekumpulan kutu buku yang mencintai musik.

Weezer berdiri pada 1992. Awalnya, Rivers Cuomo sering bermain musik metal saat masih duduk di bangku SMA. Ia sering berganti band sebelum akhirnya bertemu dengan personel Weezer lainnya yaitu Patrick Wilson, Matt Sharp, dan Jason Cropper.

Mereka akhirnya membentuk Weezer dengan Rivers Cuomo sebagai vokalis dan gitaris, Patrick Wilson di drum, Matt Sharp memegang bass, dan Jason Cropper memainkan gitar.

Pemilihan nama Weezer sendiri ternyata mempunyai kisah yang cukup menyentuh. Menurut sang vokalis, Rivers Cuomo, sering sekali dipanggil Weezer oleh sang ayah ketika ia masih kecil.

Karena ayah dan ibunya sudah bercerai, Cuomo sering mendapatkan surat dari sang ayah. Setiap suratnya, sang ayah selalu saja mengawalinya dengan kalimat, “To Weezer (untuk Weezer)”. Sejak itulah, dia merasa yakin kalau Weezer adalah nama yang tepat untuk band besutannya.

Weezer, band rock asal Amerika. (TWITTER/WEEZER)

 

Pada 1992, mereka sempat merekam lagu demo untuk “The Kitchen Tape” dengan salah satu lagunya yang berjudul Say It Ain’t So. Tanpa disangka, lagu tersebut kemudian didengar oleh Todd Sullivan, A&R dari Geffen Records dan mereka langsung mengontrak Weezer pada Juni 1993.

Weezer kemudian merekam album debut mereka dengan dibantu oleh produser Ric Ocasek di Electric Lady Studio, New York. Sayang saat itu, Weezer memutuskan untuk memecat sang gitaris, Jason Cropper, karena dinilai telah mengganggu kinerja band. Weezer lalu merekrut Brian bell sebagai penggantinya.

Pada Mei 1994, Weezer merilis album debut self-titled mereka yang kemudian dikenal sebagai “Blue Album”. Lagu perdana mereka pun yang berjudul Buddy Holly menjadi hits dan mendapatkan sambutan positif dari pencinta musik dunia. Saat itu, Cuomo dan rekan-rekannya di Weezer sempat mengira bahwa mereka bisa sesukses band Nirvana.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2009, “Blue Album” bahkan sukses mendapatkan sertifikat quadruple platinum di Amerika dengan total penjualan lebih dari 15 juta kopi di seluruh dunia.

Kesuksesan Weezer ternyata tidak berlangsung mulus. Pada 1996, album terbaru Weezer yang berjudul “Pinkerton” justru mendapat sambutan negatif.

Album tersebut dinilai lebih gelap, sehingga tidak laku di pasaran dan mencapai angka penjualan yang buruk. Bahkan album “Pinkerton” terpilih sebagai One of the Worst Album in 1996 atau album terburuk di 1996 berdasarkan polling dari majalah Rolling Stone. 

Namun, beberapa tahun setelahnya, album “Pinkerton” justru dinobatkan sebagai salah satu masterpiece Weezer. Album tersebut juga masuk dalam daftar album favorit sepanjang masa oleh sejumlah pihak.

Setelah melakukan serangkaian promosi dan tur untuk album “Pinkerton” , Weezer memutuskan untuk hiatus. Masing-masing personel memilih untuk fokus pada karier dan proyek solo mereka. Patrick Wilson fokus dengan The Special Goodnes, Brian Bell dengan The Space Twins, dan Matt Sharp dengan The Rentals.

Berbeda dari rekan-rekannya, vokalis Weezer, Rivers Cuomo justru kembali ke bangku sekolah dengan melanjutkan pendidikan di Harvard. Namun, Rivers Cuomo kemudian cuti dari kuliahnya dan kembali menulis lagu, serta membentuk band lain yang beranggotakan sejumlah musisi dari Boston.

Mungkin jika saat itu Rivers Cuomo fokus dengan pendidikannya, ia bisa menjadi salah satu lulusan Harvard dan bakal menekuni bidang lain. 

Pada 1998 sepertinya menjadi masa terberat Rivers Cuomo. Saat itu, ia diketahui menderita depresi dan melakukan hal-hal ‘aneh’. Ia mengecat rumahnya dengan warna hitam dan memasang insulasi fiberglass supaya cahaya matahari tidak masuk melalui celah jendela.

Pada 2000, Weezer akhirnya bisa bergabung kembali setelah mendapatkan tawaran tampil di Fuji Rock Festival, Jepang. Masa ini seakan menjadi titik balik Weezer di industri musik. Mereka kembali produktif dengan menciptakan lagu-lagu baru, sambil terus melakukan konser dan tur.

Satu tahun kemudian, Weezer akhirnya berhasil merilis album terbaru mereka yang dikenal dengan nama “The Green Album”. Album ketiga Weezer ini berisikan sejumlah karya yang mendapatkan sambutan hangat dari pencinta musik dunia seperti lagu Hash Pipe, Island in The Sun, Photograph, dan banyak lagi lainnya.

Setelah itu, Weezer terus produktif dengan merilis sejumlah karya seperti “Maladroit” (2002), “Make Believe” (2005), “Red Album” (2008), “Raditude” (2009), “Hurley” (2010), “Everything Will Be Alright in the End” (2014), “White Album” (2016), “Pacific Daydream” (2017), “Teal Album” (2019), “Black Album” (2019), “Ok Human” (2021), dan “Van Weezer” (2021).

Di tengah gempuran genre musik lain, Weezer masih bisa terus bertahan dan memiliki sejumlah fans fanatik yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Berita Lainnya