Apa Dampak yang Terjadi Jika Gunung Salju Abadi di Papua Punah?

Dampak apa saja yang akan muncul jika gunung salju abadi di Papua punah ?

Puncak Jayawijaya, gunung salju abadi papua (Carstensz Pyramid)/(Situs Satpol PP Provinsi Papua)
Mon, 28 Aug 2023

Gletser yang berada di Taman Nasional Lorentz provinsi Papua adalah gletser tropis terakhir di Asia dan sedang jadi sorotan dunia, Kawula Muda.

Pasalnya, Puncak Jaya Papua atau dikenal dengan gunung salju abadi Papua tersebut diprediksi akan punah sekitar kurang lebih empat tahun lagi pada tahun lagi yaitu sekutar tahun 2025-2027. 

"Gletser Keabadian" panggilan yang terkenal oleh masyarakat sekitar ini sepertinya tak akan bisa bertahan lama. Peneliti Senior di Biro Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Donaldi Permana mengatakan, secara umum pencairan es di dunia sebenarnya sudah mulai sejak tahun 1850 saat awal revolusi Industri.

Di tahun 1850 diperkirakan luas es di Puncak Jaya sekitar 20 kilometer persegi atau tepatnya luas gletser saat itu mencapai 19,3 kilometer persegi. Selanjutnya dalam 20 tahun terakhir, luas es Puncak Jaya Papua ini terus menerus menipis menjadi 2 km persegi pada 2002. Lalu berkurang 1.8 km persegi pada 2005. Lalu 0.46 km persegi pada Maret 2018 dan menyisakan 0.34 km persegi pada Mei 2020.

Pengukuran pertama tebal es dilakukan oleh tim BMKG bekerja sama dengan The Ohio State University (USA) pada tahun 2010 dengan tebal es 32 meter. Lalu, berkurang menjadi 22 meter pada 2016 dikarenakan EL Nino dan kini tersisa hanya 8 meter per 2021. 

"Dengan kondisi seperti ini, pada tahun 2025-2027, kemungkinan es akan punah," jelas dr Donaldi kepada Kompas.com, Rabu (23/3/2022).  

"Kemungkinan untuk bisa menghindari hal tersebut (punahnya es puncak Papua) akan sangat kecil sekali," lanjutnya.

Salju abadi di puncak Gunung Jayawijaya, Papua yang terancam punah (Foto/ ist)

Hal tersebut terjadi karna pemanasan global masih akan terus menerus meningkat, apabila pembakaran bahan bakar minyak atau fossil fuel terus menerus dilakukan. 

Disisi lain, luasan es yang semakin mengecil mempercepat proses kepunahan es karena adanya pemanasan dari batuan yang berada di sekitar es tersebut.

Dampak buruk yang akan terjadi jika es puncak Papua punah cukup mengkhawatirkan, berbahaya dan berakibat fatal. 

Hal ini dapat berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar, kehidupan flora dan fauna yang hidup di sekitarnya. Pencairan es di Puncak Jaya berkontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut (sea level rise) walaupun mungkin tidak terlalu signifikan karena luasan es yang tidak terlalu besar dan luas. 

Selain itu ada juga dampak lainnya, secara budaya, terdapat suku lokal di sekitar Puncak Jaya yang menganggap es Puncak Jaya sebagai tempat yang sakral. Dengan hilangnya es, akan berdampak terhadap suku lokal tersebut. 

"Dampak lainnya yang mungkin adalah terhadap kehidupan flora dan fauna di sekitar es Puncak Jaya, namun hal ini masih belum dieksplorasi lebih jauh," Donaldi.

Mitigasi Dampak dari 'Kepunahan' Salju Abadi di Puncak Papua

Gunung Puncak Jaya Papua (shutterstock)

Mitigasi sangat penting dalam hal menjaga, mengurangi dan menghindari dampak dari es puncak Papua punah. 

Donaldi mengatakan, meski kita tidak dapat menghindari kepunahan 'gletser abadi' atau es di puncak Jaya Papua, tetapi hal ini setidaknya dapat membantu memperlambat hal-hal buruk yang tidak diinginkan. 

"Dan bagi Indonesia, kita perlu mendokumentasikan waktu-waktu saat es tersebut akan hilang, karena akan menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia yang pernah memiliki tutupan es," Ujarnya.

Berikut ini adalah mitigasi dampak bahaya kepunahan salju di puncak Papua yang bisa dilakukan dengan beberapa cara. 

1. Mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (fossil fuel) dalam kehidupan sehari-hari.

2. Memperlambat proses kepunahan dapat dibantu dengan mengurangi aktivitas yang menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca. 

3. Melakukan penanaman pohon dan menjaga hutan yang ada diperuntukkan untuk penyerap gas rumah kaca.

4. Mengurangi penggunaan energi dan air yang dalam pembuatannya menggunakan energi Bahan Bakar Minyak (BBM). 

5. Melakukan perubahan dengan mengalihkan penggunaan energi lama ke energi baru terbarukan (EBT) seperti solar cell dan energi angin, gelombang dan geothermal.

6. Melakukan sosialisasi terhadap masyarakat terkait dampak perubahan iklim untuk peningkatan kesadaran masyarakat.

Selalu jaga alam dan lingkungan ya, Kawula Muda. Segala hal kecil yang kita lakukan bisa berdampak besar bagi hal lainnya, loh.

Berita Lainnya