Salon di Afghanistan Dilarang Buka, Izin Usaha Dicabut Taliban

Taliban tolak imbauan dari PBB dan komunitas internasional

Salon Kecantikan (UNSPLASH/adam winger)
Tue, 11 Jul 2023

Ratusan salon kecantikan yang di kelola oleh para perempuan diperintahkan untuk ditutup oleh pemerintahan Taliban, Afghanistan.

Hal ini disebabkan oleh Pemerintah Afghanistan yang berpikir salon kecantikan menawarkan layanan yang dilarang oleh agama dan kesulitan ekonomi bagi pria yang hendak menikahkan seorang perempuan. 

Para pemilik bisnis salon diberikan waktu selama satu bulan untuk menutup salon mereka di Afghanistan.

Juru Bicara Rezim Taliban Mujahid (VOAINDONESIA)

 

"Oleh karena itu, kami mendesak semua pihak untuk menghormati norma non-intervensi dan menghentikan semua upaya campur tangan dalam urusan dalam negeri kami, termasuk modalitas dan komposisi pemerintahan dan undang-undang kami," ucap Taliban.

Selain itu, larangan terbaru ini dirangkai sebagai pembatasan yang menghalangi akses perempuan untuk bekerja dan ke ruang publik di negara tersebut.

Kementerian Pencegahan Kejahatan dan Penegakan Kebajikan Taliban pun telah memberi tahu pihak berwenang di Ibu Kota Kabul dan tiap provinsi untuk segera mematuhi larangan dan mencabut izin semua salon. Arahan tersebut diberikan oleh Hibatullah Akhundzada selaku pemimpin tertinggi politik dan agama Afghanistan.

Sikap ini pun menarik perhatian dari para pejabat internasional mengenai dampak yang didapat oleh perempuan terutama pada usahanya.

Keputusan tersebut menjadi sebuah pengekangan terbaru atas hak dan kebebasan perempuan serta anak perempuan Afghanistan, terlebih dalam larangan di bidang pendidikan, ruang publik, dan sebagian besar untuk pekerjaan.

Salon Kecantikan (UNSPLASH/Giorgio trovato)

 

Selain itu, PBB mengimbau kepada Taliban untuk membatalkan Dekrit larangan dan penutupan salon kecantikan tersebut.

“Pembatasan baru terhadap hak-hak perempuan ini akan berdampak negatif terhadap ekonomi dan bertentangan dengan pernyataan dukungan bagi kewirausahaan perempuan,” perintah PBB.

PBB dan komunitas Internasional juga telah menuntut pembatasan pada akses perempuan di Afghanistan di kehidupan publik dan Pendidikan. Kebijakan yang telah dibuat itu pun “hampir tidak mungkin” bagi dunia yang memberi legitimasi terutama kepada pemerintah Taliban.

Namun, Hibatullah Akhundzada menolak imbauan tersebut untuk melonggarkan pembatasan terhadap perempuan, dirinya tetap bersikeras menjalankan negara itu sesuai budaya Afghanistan dan sesuai hukum Islam yang dianutnya.

"Emirat Islam Afghanistan tetap berkomitmen pada norma-norma dan kewajiban internasional yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam, bertentangan dengan norma budaya Afghanistan atau mengganggu kepentingan nasional kami," bunyi penolakan Taliban kepada kritikan PBB.

Berita Lainnya