Tidak Mudahkan Zina, Ini Beberapa Kesalahpahaman atas UU TPKS

Kalo menurut lo gimana, Kawula Muda?

Ilustrasi perjuangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) (UNSPLASH/Mika Baumeis)
Sun, 17 Apr 2022

Pada Selasa (12/04/2022), UU TPKS telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Terdiri dari 8 Bab dan 93 pasal, DPR dan pemerintah telah melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil untuk menggarap undang-undang tersebut. 

Walau begitu, masih terdapat beberapa reaksi negatif terhadap undang-undang tersebut. Misalnya klaim bahwa undang-undang tersebut tidak disertai pasal pelarangan zina dan LGBT. Poin tersebut pun disebut secara gamblang oleh fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) DPR RI sebagai alasan mereka menolak RUU TPKS untuk disahkan. 

Sayangnya, terdapat perbedaan pemahaman antara fraksi tersebut dengan warganet yang gatal menolak UU tersebut. Apabila PKS menolak UU TPKS karena belum adanya ‘pembahasan yang lebih komprehensif’, warganet menyulut klaim bahwa ‘UU tersebut melegalkan zina’. 


[SIKAP FRAKSI PKS]

FPKS menolak pengesahan RUU TPKS karena blum didkung oleh pasal pelarangan zina dan LGBT dalam KUHP, sehingga RUU ini berpotensi melegalkan zina.

I @Muzzammil_Yusuf #fraksipksdprri #BersamaMelayaniRakyat #pksantikejahatanseksual #RUUTPKS pic.twitter.com/qHf88588Cu

— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) December 11, 2021

Hal itu pun banyak disuarakan lewat sosial media, termasuk twitter. Masih ada saja warganet yang walau belum membaca aturan secara menyeluruh, telah menunjuk bahwa UU TPKS ‘memudahkan zina’. 


Miris..
Bersiaplah akan ada bnyk suami yg berzina dikarnakan suami gabisa lagi nyuruh istri "ngasih jatah"...Gara2 RUU TPKS

Bersiaplah akan ada banyak anak yg menjadi brokenhomen dikarenakan ortunya bercerai gara2 ayahnya slingkuh gara2 gabisa lagi nyuruh istri ngasih jatah

— Pona M (@pordylr) April 12, 2022

Padahal, setelah tim Prambors baca lebih lanjut, tidak ada satu pun pasal pada UU TPKS yang diunggah lewat laman resmi DPR yang mengandung dukungan terhadap zina. Hal itu pun telah ditekankan oleh Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas HAM) pada Juli 2021 lalu. 

"Tidak ada satu pun pasal di dalam RUU PKS yang menyatakan zina diperbolehkan, baik zina dalam pengertian KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sekarang, maupun zina dalam pengertian sosiologis," kata Siti Aminah Tardi, salah satu Komisioner Komnas HAM dalam diskusi daring yang digelar Kamis (24/6/2021) dikutip dari Kompas. 

Argumen tersebut muncul karena adanya kalimat “persetujuan untuk melakukan hubungan seksual” yang berada pada Bab V Pasal 16 UU TPKS. Lebih lengkapnya, bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut! 

“Perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual.” 

Pada poin tersebut, terdapat argumen bahwa seharusnya hubungan seksual tetap dilarang untuk mereka yang belum resmi menikah. 

Namun, yang perlu dipahami adalah titik berat pada poin tersebut seharusnya pengertian pemerkosaan, bukan di bagian buntut kalimat tersebut. Komnas HAM pun menganggap hal tersebut perlu disampaikan ke masyarakat dengan tujuan edukasi seksual sejak dini. 

“Sekali lagi, pendidikan hak kesehatan seksual dan reproduksi ini tidak ditujukan untuk mengajarkan anak-anak melakukan hubungan seksual. Justru sebaliknya, anak-anak mendapat informasi yang benar bagaimana hubungan seksual dan bagaimana relasi antar jenis kelamin harus dilakukan secara baik," tutur Siti.

Berita Lainnya