Viral! Meme Tikus Puan Maharani oleh BEM UI Tuai Kontroversi

Kalo menurut lo gimana, Kawula Muda?

Ilustrasi Puan Maharani berbadan tikus yang dirilis oleh BEM UI (TWITTER/BEMUI)
Fri, 24 Mar 2023

Pada Rabu (22/03/2023), BEM UI merilis video dengan grafis Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR), Puan Maharani, yang berbadan tikus. Dibuka dengan foto gedung DPR yang terbelah dan ‘penuh tikus’, video tersebut diakhiri dengan kalimat “kami tidak butuh Dewan Perampok Rakyat” serta tagar “Lawan Perppu Cipta Kerja”. 

Bentuk kritik tersebut pun dilontarkan karena pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi UU oleh DPR pada Selasa (21/03/2023) pukul 10.39 WIB.

“DPR lagi-lagi memperlihatkan kebobrokannya melalui pengesahan Perppu Cipta Kerja yang jelas-jelas dinilai inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi karena terdapat kecacatan, baik secara formal maupun materiel,” tulis keterangan unggahan tersebut. 

Pihak BEM UI pun menjelaskan bahwa pengesahan tersebut tidak menghadirkan partisipasi publik yang bermakna serta mengecam hak rakyat dan pekerja. 

Karenanya, mereka mengibaratkan para dewan bukan lagi seorang perwakilan, melainkan penindas buruh, rakyat, dan penentang konstitusi. 

“Bagaikan tikus dengan watak licik yang melancarkan berbagai upaya oligarki, semakin terlihat bahwa DPR benar-benar tidak memihak pada rakyat. Sudah tidak ada alasan lagi untuk kita percaya kepada wakil kita. Saatnya untuk melawan!” tutup unggahan tersebut. 

Tak butuh waktu lama, video rilisan BEM UI tersebut viral di media sosial. Hal ini pun menyebabkan pihak partai Puan, PDIP, dan Universitas Indonesia angkat suara.

PDIP Sebut Video BEM UI ‘Asal-asalan’

Logo partai politik PDIP (DETIK)

 

Partai Demokrasi Indonesia perjuangan (PDIP) menyampaikan kritik pada video tersebut karena menganggapnya kurang etis, terutama karena dilingkupi lembaga akademik. 

“Rasanya kurang patut apabila mahasiswa menyampaikan umpatan-umpatan yang kurang terdidik, asal bunyi, merendahkan akal budi,” tutur anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, pada Kamis (23/03/2023) mengutip TVOne. 

Ia berpendapat bahwa penyampaian aspirasi seharusnya dilakukan dalam jalur akademik dan beretika baik. Misalnya mengajak para wakil rakyat untuk berdiskusi dan berdebat secara terbuka dan mendasar. 

Selain itu, Hendrawan turut mengibaratkan kritik BEM UI dengan istilah Jawa "waton suloyo". “Asal-asalan, yang penting beda dan menarik perhatian," tambahnya. 

UI Imbau Penyampaian Kritik dengan Beradab

Universitas Indonesia (WIKIPEDIA)

 

Terpisah, pihak Universitas Indonesia (UI) menjelaskan bahwa kampus tersebut menghargai kebebasan menyampaikan aspirasi asal dilakukan secara beradab. 

"Selanjutnya, penyampaian pendapat dan aspirasi harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan adab, budaya, dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang mengikat semua warga negara termasuk sivitas akademika," tutur Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia pada Kamis (23/03/2023) mengutip Detik. 

Kemudian, ia juga menegaskan perlunya ketertiban hingga kehormatan seluruh pihak dalam menyampaikan aspirasi. "Walau ada perbedaan, pendapat dan aspirasi perlu disampaikan dengan tetap menjaga ketertiban, keamanan, keselamatan, dan kehormatan semua orang," tambahnya. 

Polemik Perpu Cipta Kerja

Dokumentasi demo terhadap aturan Cipta Kerja (BISNIS)

  

Polemik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu mengenai Cipta Kerja sebenarnya sudah berlangsung sejak 2020 lalu. 

Demonstrasi besar-besaran baik dari kalangan mahasiswa ataupun buruh dilakukan demi menentang peraturan tentang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan Omnibus Law tersebut. 

Sebelumnya, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah ditegaskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD 1945. Karena itulah, dibentuklah Perppu Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2022 lalu dengan alasan ‘kedaruratan’.

Akan tetapi, masalah dalam undang-undang tersebut belum selesai. Karena itulah, ketika Perppu tersebut kemudian disahkan oleh DPR menjadi UU pada 21 Maret lalu, banyak pihak yang bersuara dan memberikan kritik. 

Selain BEM UI, pihak Amnesty International Indonesia juga menilai keputusan DPR tersebut mengabaikan aspirasi rakyat dan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. 

Mereka menyebutkan pemutusan UU ini bermasalah karena pada dasarnya, banyak pasal-pasal baik dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 dan Perppu Ciptaker yang ditentang banyak pihak dan dinilai merugikan rakyat.

“Kami melihat penerbitan Perppu ini tidak mengandung unsur kedaruratan sebagaimana klaim pemerintah,” kata Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, dalam pernyataan resminya, Rabu (22/03/2023) seperti dikutip dari Tempo. 

Dalam situasi ini, Amnesty International Indonesia menilai DPR seharusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi Perppu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan. Apalagi, Perppu tersebut mendapat penolakan secara luas dari berbagai kalangan masyarakat. 

“DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mendengarkan aspirasi rakyat, bukan terang-terangan mengabaikannya,” tutur Wirya.

Berita Lainnya